Sajak pertemuan Mahasiswa-WS Rendra
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk siapa ?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya :
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Jakarta 1 Desember 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi..
(Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Universitas Indonesia di Jakarta, dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai oleh Sumandjaja)
Sajak karya W.S Rendra ini yang menjadi salah satu sajak yang sebenarnya pagi tadi 31/03/2012 akan saya bacakan ketika aksi penolakan BBM di 0 km dekat Malioboro, Jogja. Namun ternyata tidak dapat saya bacakan akibat suatu acara lain. Mengingat saat ini pemerintah sudah kabur antara mengedepankan kepentingan rakyat atau kepentingan golongan tertentu. Kebijakan yang salah satunya adalah kenaikan BBM ini dengan berbagai pertimbangannya perlu kita kritisi apakah retorika yang mereka buat semanis mungkin dengan berbagai argumennya sehingga masyarakat terbuai olehnya.
Analoginya adalah pemerintah sebagai orang tua dan rakyat adalah anaknya. Maka wajiblah pemerintah untuk membesarkan rakyatnya. Memenuhi kesejahteraan mereka. Ketika rakyat itu bertambah dan secara logika kebutuhan mereka juga bertambah. Patutlah sebagai orang tua mereka menambah pendapatannya. Tentu saja pendapatan yang produktif, tidak hanya memperbanyak utang, apalagi utang Luar Negeri yang bunganya masih harus ditambah dengan kurs yang terus naik. Utang tersebut awalnya adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun ternyata realisasinya tidak demikian. Bisa kita ambil contoh utang yang nominalnya tinggi namun wujudnya tidak ada. Seperti pernyataan berikut :
“Total utang pemerintah Indonesia hingga Oktober 2011 mencapai Rp1.768,04 triliun. Dalam sebulan jumlah utang itu naik Rp 13,13 triliun dibanding posisi September 2011 yang sebesar Rp 1.754,91 triliun. “Utang era Presiden SBY terus meninggi, namun manfaatnya tidak terukur dan tak terdeteksi, kecuali bahwa rakyat harus membayarnya lagi,” kata Dani Setiawan, aktivis Koalisi Anti-Utang.
Harapannya pemerintah ke depan lebih bijak lagi sebagai orang tua yang harus mensejahterakan rakyat. Tentunya rakyat kecil, bukan para pejabat yang statusnya juga rakyat. Mereka wakil rakyat, yang butuh perhatian dan kesejahteraan lebih adalah rakyat kecil. Bukan rakyat besar. Lalu terakhir, jika anda ingin menawarkan suatu kebijakan yang baik, sekali lagi kami tanyakan. Untuk siapa kebaikan itu? Dan anda memihak siapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar